SELAMAT DATANG DI PERSONAL BLOG ASEVY SOBARI

PKPU dan Kepailitan, Korporasi, HAKI, Pertanahan, Persaingan Usaha, Ketenagakerjaan, Keuangan Islam

PARTNER PADA FIRMA HUKUM ISNP LAWFIRM

ISNP LAWFIRM. Office: Summarecon - Bekasi, Rukan Sinpansa Blok D.20, Marga Mulya - Bekasi Utara 17143, Tlp. 0812.9090.4694, WA. 0812.8309.0895

ANGGOTA PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI)

Diangkat dan disumpah berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

KONSULTASI HUKUM DENGAN PERJANJIAN: 0812-8309-0895 (WA)

Legal Consultation, Legal Opinion, Legal Drafting, Legal Assistant (Retainer), Litigation

KONSULTASI HUKUM DENGAN PERJANJIAN: 0812-8309-0895 (WA)

Legal Consultation, Legal Opinion, Legal Drafting, Legal Assistant (Retainer), Litigation

Laman

Minggu, 27 Juli 2014

PENGGABUNGAN PERSEROAN TERBATAS

Pasal 1 angka 9 UUPT "Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum."

Dalam penggabungan perseroan (merger) terdapat perseroan yang menggabungkan diri dan perseroan yang menerima penggabungan.... lanjut membaca


Sabtu, 24 Mei 2014

GADAI (Pand)



Pasal 1150 KUHPerdata Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang memberi kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang  tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya...”

Dari definisi yang diberikan oleh Pasal 1150 KUHPerdata tersebut maka dapat kita sarikan sebagai berikut:

Gadai adalah suatu hak

Hak yang dimaksud adalah hak kebendaan yang memberikan jaminan. Jaminan kepada si berpiutang (kreditur) untuk memanfaatkan benda tersebut jika si berutang (debitur) wanprestasi. Pasal 528 KUHPerdata Atas suatu barang, orang dapat mempunyai hak besit atau hak milik atau hak waris atau hak menikmati hasil atau hak pengabdian tanah, atau hak gadai atau hak hipotek.

Diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seseorang lain atas namanya

“Diperoleh seorang berpiutang” bermakna bahwa hak gadai hanya dapat diperoleh oleh si berpiutang tidak oleh si berutang, dengan demikian  maka gadai diadakan untuk kepentingan kreditur bukan untuk kepentingan debitur. Kepentingan apa? Kepentingan pelunasan segala piutang kreditur bila debitur wanprestasi terhadap perjanjian yang dibuatnya dengan kreditur.
-  “atas suatu barang bergerak” berarti bahwa lembaga gadai berlaku hanya untuk barang bergerak (disamping fidusia), tidak berlaku untuk barang tidak bergerak. Untuk barang tidak bergerak maka lembaga hukum yang mengaturnya adalah hak tanggungan (dahulu hipotik).
-  “yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya” maksudnya adalah objek gadai diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai (kreditur). Dari bunyi redaksi tampak jelas bahwa si pemberi gadai dalam melakukan penyerahan objek gadai tidaklah harus debitur tetapi dapat juga orang lain (pihak ketiga) yang melakukan penyerahan atas nama/kuasa dari si debitur.

Memberi kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang  tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya

Bahwa dalam hak gadai mengandung asas prioritas (droit de preference), yaitu hak kebendaan yang dimiliki kreditur (penerima gadai) untuk didahulukan dalam pemenuhan piutangnya diatara kreditur-kreditur lainnya dari hasil penjualan harta benda yang dijadikan objek gadai.

Pasal 1133 KUHPerdata Hal untuk didahulukan di antara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotek.

Pasal 1134 KUHPerdata Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya

Bagaimana jika objek gadai tidak cukup untuk menutupi seluruh hutang debitur? Dalam hal ini kreditur dapat menuntut sisa hutang untuk dipenuhi dari kebendaan lain yang dimiliki debitur, hanya saja kali ini kedudukan kreditur  terhadap kreditur-kreditur lainya (jika ada) memiliki kedudukan sama (concurent) dimana kreditur dan kreditur-kreditur lainya mendapatkan pemenuhan pelunasan piutang yang dimiliki secara seimbang.


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm

Minggu, 04 Mei 2014

HIBAH (SCHENKING)



Definisi hibah kita merujuk kepada Pasal 1666 KUHPerdata, yang berbunyi “Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.”

Dalam mendefinisikan hibah KUHPerdata secara langsung menyebutkan bahwa hibah adalah suatu perjanjian. Perihal perjanjian telah saya ulas secara ringkas pada tulisan saya yang lain.

Frasa “diwaktu hidupnya” bermakna bahwa hibah hanya dapat dilakukan oleh si penghibah (pemberi hibah) pada saat hidupnya. Hal mana pada satu segi memiliki kesamaan dengan wasiat atau testamen.

Perbedaannya adalah wasiat (testamen) yang merupakan suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya (pen: saat masih hidup) akan terjadi setelah ia meninggal dunia, sedangkan hibah adalah tentang apa yang si penghibah nyatakan dan serahkan kepada si penerima hibah pada saat si penghibah masih hidup.

“dengan cuma-cuma” bermakna bahwa pada perjanjian hibah ini hanya ada prestasi dari satu pihak saja yakni dari si penghibah dengan memberikan benda yang menjadi objek hibah kepada si penerima hibah. Sementara si penerima hibah tidak ada memberikan kontra prestasi atau prestasi balasan kepada si penghibah. Meskipun makna ini masih mengundang perdebatan terkait dengan Pasal 1670 KUHPerdata yang menyatakan “Suatu hibah adalah batal, jika dibuat dengan syarat bahwa si penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lain, selain yang dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang ditempelkan padanya.”

“dengan tidak dapat ditarik kembali” dapat kita tafsirkan bahwa setelah dilakukan penyerahan benda yang menjadi objek hibah maka si penghibah tidak dapat menarik kembali objek hibah tersebut dari si penerima hibah. Pasal 1686 KUHPerdata “Hak milik atas benda-benda yang termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan itu telah diterima secara sah, tidaklah berpindah kepada si penerima hibah, selain dengan jalan penyerahan yang dilakukan menurut Pasal 612, 613, 616 dan selanjutnya.”

Pengecualian terhadap “dengan tidak dapat ditarik kembali” berlaku jika (vide Pasal 1688 KUHPerdata):
1.  Karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan;
2.  Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah;
3.  Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan;

Terkait penarikan kembali ini pula Pasal 1672 KUHPerdata mengatur secara optional bahwa “Si penghibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil kembali benda-benda yang telah diberikannya, baik dalam halnya si penerima hibah sendiri, maupun dalam halnya si penerima hibah beserta turunan-turunannya akan meninggal lebih dahulu daripada si penghibah; tetapi itu tidak dapat diperjanjikan selain hanya untuk kepentingan si penghibah sendiri.”

“menyerahkan sesuatu benda” dapat kita tafsirkan melalui Pasal 1667 yang mengatur bahwa “Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada. Jika hibah itu meliputi benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari, maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal.”

Dengan demikian maka hibah hanya berlaku sah terhadap benda yang sudah ada. Sudah ada maksudnya bahwa benda yang menjadi objek hibah sudah berada dalam kekuasaan/kepemilikan si penghibah dengan alas hak yang sah. Hibah yang dilakukan terhadap benda yang baru akan ada dikemudian hari (belum ada saat ini) dengan ancaman batal.

Bagaimana apabila hibah dilakukan dengan objek hibah yang terdiri dari benda yang sudah ada dan benda yang baru akan ada? Berdasarkan Pasal 1667 KUHPerdata diatas maka terhadap benda yang sudah ada adalah sah sedangkan terhadap benda yang baru akan ada adalah tidak sah.


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

Kamis, 01 Mei 2014

PERJANJIAN, PERIKATAN, DAN KONTRAK

Perjanjian

Istilah Perjanjian kita dapati pada Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mendefinisikannya sebagai“suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Terdapat 2 point yang dapat kita ambil dari definisi Pasal 1313 KUHPerdata diatas yaitu:
1.  Perjanjian adalah suatu perbuatan;
2.  Dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Dari point pertama kita dapati dengan jelas bahwa perjanjian sebagai perbuatan, tidak didefinisikan oleh KUHPerdata sebagai perbuatan hukum.

Sedangkan point kedua Menurut I.G. Rai Widjaya “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum diantara orang-orang yang membuat perjanjian, hubungan hukum itu disebut perikatan.

Selanjutnya definisi perjanjian yang diberikan oleh KUHPerdata lebih menekankan aktifnya satu pihak yang ‘mengikatkan dirinya’ dibandingkan pihak yang lain. Seolah-olah pihak yang lain tidak diperlukan lagi persetujuannya. Padahal persetujuan itu penting adanya untuk melahirkan perikatan sebagaimana dimaksud Pasal 1233 KUHPerdata “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang.”

Terakhir kita dapati bahwa untuk adanya suatu perjanjian minimal terdapat 2 (dua) orang dan tidak diharuskan untuk dibuat secara tertulis.


Perikatan

Prof. R. Subekti, SH mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

KUHPerdata tidak memberikan definisi perikatan. KUHPerdata hanya menjelaskan bahwa:
-  Perikatan dilahirkan karena persetujuan atau karena undang-undang (vide Pasal 1233); dan
-  Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu , untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu (vide Pasal 1234).

Kapankah perikatan karena perjanjian itu lahir? Untuk lahirnya perikatan selain diperlukan persetujuan dari kedua belah pihak dalam sebuah perjanjian sebagaimana Pasal 1233 KUHPerdata juga diperlukan keabsahan dari perjanjian tersebut. Untuk itu harus dilihat ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.

Pasal 1320 KUHPerdata menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.  Suatu hal tertentu;
4.  Suatu sebab yang halal.

Apabila sebuah perjanjian telah memenuhi 1233 dan 1320 KUHPerdata maka dapatlah dikatakan telah lahir hubungan hukum perikatan, meskipun perjanjian tersebut tidak dibuat secara tertulis.

Sedangkan perikatan yang lahir karena undang-undang adalah perikatan yang terjadi karena adanya suatu peristiwa tertentu sehingga melahirkan hubungan hukum yang menimbulkan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak yang bersangkutan, tetapi bukan berasal atau merupakan kehendak para pihak yang bersangkutan melainkan karena telah diatur dan ditentukan oleh undang-undang.

Perikatan  yang lahir demi undang-undang timbul dari undang-undang saja, atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (vide Pasal 1352 KUHPerdata).


Kontrak

Kata kontrak berasal dari bahasa Inggris ‘contract’ yang berarti perjanjian. Hanya saja menurut Prof. R. Subekti, SH bahwa kontrak adalah lebih sempit daripada perjanjian, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis. Oleh karena itu I.G. Rai Widjaya berpendapat kontrak lebih menjurus kepada pembuatan suatu akta (pen: tertulis).


Perjanjian dapat dibuat/berbentuk secara lisan atau pun secara tertulis. Sedangkan kontrak adalah salah satu bentuk perjanjian yang tertulis. Perjanjian tertulis (akta) dapat berupa perjanjian yang dibuat dibawah tangan (onderhands) atau perjanjian yang dibuat secara otentik (authentiek)

Selasa, 29 April 2014

DIREKTUR INDEPENDEN PADA EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

Direktur Independen Dalam UUPT

Apabila kita cek dalam UUPT kita tidak akan menemui istilah Direktur Independen ataupun Direksi Independen.

UUPT hanya mengenal Komisaris Independen sebagaimana termuat pada Pasal 120 ayat 1 UUPT, Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan.”


Istilah Direktur Independen Terdapat Dalam Peraturan BEI

Perihal Direktur Independen kita dapat melihatnya pada Surat Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00001/BEI/01-2014 Perihal Perubahan Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham Dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham Yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat.

Sebagaimana terdapat pada Lampiran I surat keputusan tersebut bagian III Bursa Efek Indonesia mengatur bahwa calon perusahaan tercatat baik yang akan mencatatkan saham di papan utama maupun di papan pengembangan wajib memenuhi beberapa persyaratan yang diantaranya adalah wajib memiliki Direktur Independen.


Siapa Itu Direktur Independen

Pada bagian III.1.5.1 Peraturan Nomor 1-A ditentukan bahwa Direktur Independen “Berjumlah paling kurang 1 (satu) orang dari jajaran anggota Direksi yang dapat dipilih terlebih dahulu melalui RUPS sebelum Pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai Direktur Independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat;”

Dengan demikian maka Direktur Independen adalah:
-         Salah satu Direktur dari jajaran anggota Direksi.
-         Direktur Independen dapat dipilih terlebih dahulu melalui RUPS sebelum saham perusahaan resmi tercatat di bursa, namun Direktur Independen tersebut baru bisa bertindak melaksanakan tugas dan fungsi nya setelah saham perusahaan resmi telah tercatat di bursa.


Yang Berwenang Mengangkat Direktur Independen

Meskipun tidak ditemukan istilah Direktur Independen ataupun Direksi Independen pada UUPT namun dalam hal siapa yang berwenang mengangkat Direktur Independen kita tetap harus merujuk pada Pasal 94 ayat 1 UUPT, “Anggota Direksi diangkat oleh RUPS”.


Syarat Direktur Independen

Pada bagian III.1.5.2 Peraturan Nomor 1-A ditentukan bahwa Direktur Independen disyaratkan:
-  Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pengendali Perusahaan Tercatat yang bersangkutan paling kurang selama 6 (enam) bulan sebelum penunjukan sebagai Direktur Independen;
-  Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris atau Direksi lainnya dari Calon Perusahaan Tercatat;
-  Tidak bekerja rangkap sebagai Direksi pada perusahaan lain;
-  Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau Profesi Penunjang Pasar Modal yang jasanya digunakan oleh Calon Perusahaan Tercatat selama 6 (enam) bulan sebelum penunjukan sebagai Direktur.


Jumlah Direktur Independen

Pada bagian III.1.5.1 Peraturan Nomor 1-A ditentukan bahwa Direktur Independen Berjumlah paling kurang 1 (satu) orang dari jajaran anggota Direksi yang dapat dipilih terlebih dahulu melalui RUPS sebelum Pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai Direktur Independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat;”

Berjumlah paling kurang 1 (satu) orang berarti minimal memiliki 1 (satu) orang Direktur Independen. Memiliki lebih dari 1 (satu) orang Direktur Independen diperbolehkan dan tidak dilarang.


Masa Jabatan Direktur Independen

Pada bagian V.4.2. Peraturan Nomor 1-A ditentukan bahwa “masa jabatan Direktur Independen paling banyak 2 (dua) periode berturut-turut;”

Satu periode masa jabatan diatur dalam Peraturan OJK Nomor IX.J.1 Tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Dan Perusahaan Publik “Dalam anggaran dasar ditentukan jangka waktu masa jabatan anggota direksi dan anggota dewan komisaris dengan ketentuan satu periode masa jabatan tidak melebihi 5 (lima) tahun atau sampai dengan penutupan RUPS tahunan pada akhir satu periode masa jabatan dimaksud.”

Selasa, 15 April 2014

SELUK BELUK FIRMA (VENNOOTSCHAP ONDER FIRMA)



Pengertian Firma

Pasal 16 KUHD “Yang dinamakan Firma ialah tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk mejalankan sesuatu perusahaan dibawah satu nama bersama.”

Terkait definisi yang diberikan oleh Pasal 16 KUHD diatas, Prof. Sukardono mengatakan bahwa Firma adalah suatu perserikatan perdata yang khusus yang harus memiliki 3 (tiga) unsur mutlak, yaitu:
a.  Menjalankan perusahaan;
b.  Dengan pemakaian Firma (nama) bersama;
c.  Pertanggungjawaban tiap-tiap sekutu untuk seluruhnya mengenai perikatan dengan firma.

Firma (Fa) sebenarnya berarti nama yang dipakai untuk berdagang bersama-sama. Nama Firma adakalanya diambil dari:
-  nama seorang yang turut menjadi sekutu (persero) pada Firma itu sendiri;
-  nama seorang sekutu dengan tambahan yang menunjukkan anggota keluarganya;
-  himpunan nama semua sekutu secara singkatan;
-  nama bidang usaha yang dijalankan;
-  nama orang yang bukan sekutu.

Hak Sekutu Dalam Firma

Pasal 17 KUHD menentukan:
Tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak, untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, pula untuk mengikat perseroan itu dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya.
Segala tindakan yang tidak bersangkutpautan dengan perseroan itu, atau yang para pesero tidak berhak melakukannya, tidak termasuk pada ketentuan diatas.

Dengan demikian hak sekutu dalam firma berdasarkan Pasal 17 KUHD diatas adalah:
- Berhak untuk bertindak;
- Mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan;
- Mengikat perseroan dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya.

Perihal Pasal 17 KUHD Prof. CST Kansil, SH dan Christine ST Kansil, SH berpendapat dengan demikian seorang anggota firma yang bertindak ke luar tidak perlu diberi kekuasaan khusus oleh kawan-kawan anggota lainnya untuk mengikatkan mereka, malahan mereka itu sudah dengan sendirinya terikat oleh segala perjanjian yang diadakan oleh salah seorang rekannya.

Tanggung Jawab Sekutu Dalam Firma

Pasal 18 KUHD, “Dalam perseroan Firma adalah tiap-tiap pesero secara tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari perseroan.”

Dengan demikian tiap-tiap sekutu dalam sebuah Firma bertanggung jawab sepenuhnya atas perikatan-perikatan yang dilakukan Firma terhadap pihak ketiga meskipun terdapat salah satu atau lebih sekutu yang tidak ikut menandatangani perikatan yang dibuat oleh sekutu lainnya dengan pihak ketiga untuk kepentingan Firma. Dari hal ini maka sangat terlihat betapa unsur kepercayaan antara satu orang sekutu dengan sekutu atau sekutu-sekutu lainnya dalam Firma menjadi sangat penting.

Firma Bukan Badan Hukum

Mengutip Prof. Rudhi Prasetya, SH dalam Perseroan Terbatas Teori dan Praktik, “Perkumpulan merupakan asosiasi yang berbadan hukum manakala memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Stb. 1870-64 tanggal 28-3-1870 jo. Stb. 1927-156 tanggal 29-6-1925, yaitu (pen: Anggaran Dasar/Statuta) telah memperoleh pengesahan Menteri Hukum dan HAM.”

Pasal 23 KUHD, “Para pesero Firma diharuskan mendaftarkan akta tersebut dalam register yang disediakan untuk itu dikepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya perseroan mereka bertempat kedudukan.”

Pasal 28 KUHD, “Selain daripada itu para pesero diwajibkan pula menyelenggarakan pengumuman dari petikan akta sebagaimana termaksud dalam ketentuan Pasal 26, dalam Berita Negara.”

Tampak dari Pasal 23 dan 28 KUHD tersebut diatas bahwa Firma hanya wajib untuk mendaftarkan akta pendirian (dimana Anggaran Dasar terdapat didalamnya) dikepaniteraan Pengadilan Negeri dan menyelenggarakan pengumuman dari akta pendirian dalam Berita Negara, adapun pengesahan akta pendirian tersebut kepada Menteri Hukum dan HAM tidak diwajibkan, dengan demikian Firma bukanlah sebuah badan hukum.

Harta Kekayaan Firma

Dikarenakan Firma bukan sebuah badan hukum maka tidak ada pemisahan harta kekayaan antara harta kekayaan Firma dan harta kekayaan sekutu atau sekutu-sekutu. Maka utang Firma adalah menjadi utang sekutu.

Terkait kepailitan maka apabila terdapat 3 (tiga) orang sekutu dalam sebuah Firma dan Firma dipailitkan maka terdapat 4 (empat) boedel pailit, yaitu 1 (satu) boedel Firma dan 3 (tiga) boedel sekutu Firma.


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

Senin, 17 Maret 2014

TRANSAKSI AFILIASI

PENGERTIAN TRANSAKSI

Transaksi berdasarkan Peraturan OJK Nomor IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu didefinisikan sebagai aktivitas dalam rangka:
1) memberikan dan/atau mendapat pinjaman;
2) memperoleh, melepaskan, atau menggunakan aset termasuk dalam rangka menjamin;
3) memperoleh, melepaskan, atau menggunakan jasa atau Efek suatu Perusahaan atau Perusahaan Terkendali; atau
4) mengadakan kontrak sehubungan dengan aktivitas sebagaimana dimaksud dalam butir 1), butir 2), dan butir 3), yang dilakukan dalam satu kali transaksi atau dalam suatu rangkaian transaksi untuk suatu tujuan atau kegiatan tertentu. 


PENGERTIAN AFILIASI

Pengertian Afiliasi dapat kita temukan pada Pasal 1 angka 1 UUPM yang didefinisikan sebagai:
a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;
b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut;
c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;
d. hubungan antara perusahaan dengan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama;atau
f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.


PENGERTIAN TRANSAKSI AFILIASI

Peraturan OJK Nomor IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu mendefinisikan Transaksi Afiliasi sebagai Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali dengan Afiliasi dari Perusahaan atau Afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama Perusahaan.

Bila kita kupas satu persatu dari definisi yang diberikan maka Transaksi afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh:

Perusahaan dengan:
-         Afiliasi dari perusahaan;
-         Afiliasi dari anggota direksi;
-         Afiliasi dari anggota Dewan Komisaris;
-         Afiliasi dari pemegang saham utama perusahaan;

atau

Perusahaan Terkendali dengan:
-         Afiliasi dari perusahaan;
-         Afiliasi dari anggota direksi;
-         Afiliasi dari anggota Dewan Komisaris;
-         Afiliasi dari pemegang saham utama perusahaan;


Yang dimaksud dengan perusahaan adalah Emiten yang telah melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas atau Perusahaan Publik. Sedangkan yang dimaksud dengan perusahaan terkendali adalah suatu perusahaan yang dikendalikan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Perusahaan.


KEWAJIBAN DALAM TRANSAKSI AFILIASI

-  Mengumumkan keterbukaan informasi atas setiap Transaksi Afiliasi kepada masyarakat dan menyampaikan bukti pengumuman dan dokumen pendukungnya kepada OJK paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya Transaksi
-  Melaporkan (penulis: tidak wajib diumumkan) Transaksi berikut ini kepada OJK paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya Transaksi:
1.  Penggunaan setiap fasilitas yang diberikan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali kepada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham utama dalam hal pemegang saham utama juga menjabat sebagai Karyawan dan fasilitas tersebut langsung berhubungan dengan tanggung jawab mereka terhadap Perusahaan dan sesuai dengan kebijakan Perusahaan, serta telah disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
Note: tiga hal yang harus diperhatikan bahwa fasilitas yang diberikan:
-  Langsung berhubungan dengan tanggung jawab terhadap Perusahaan
-  Sesuai dengan kebijakan Perusahaan
-  Telah disetujui oleh RUPS

2.  Transaksi antara Perusahaan dengan Karyawan, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris Perusahaan tersebut maupun dengan Karyawan, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris Perusahaan Terkendali dengan persyaratan yang sama, sepanjang hal tersebut telah disetujui RUPS. Dalam Transaksi tersebut termasuk pula manfaat yang diberikan oleh Perusahaan kepada semua Karyawan, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris dengan persyaratan yang sama, menurut kebijakan yang ditetapkan Perusahaan;

3.  Transaksi dengan nilai transaksi tidak melebihi 0,5% (nol koma lima perseratus) dari modal disetor Perusahaan dan tidak melebihi jumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
Note:
-  kata “dan” berarti bersifat kumulatif tidak melebihi 0,5% dari modal disetor Perusahaan dan tidak melebihi jumlah 5 miliar rupiah yang berarti Transaksi menjadi hanya wajib dilaporkan kepada OJK tanpa wajib Mengumumkan keterbukaan informasi atas Transaksi kepada masyarakat.
-  Apabila salah satu saja melebihi (terlewati) maka terkena kewajiban untuk mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat dan menyampaikan bukti pengumuman dan dokumen pendukungnya kepada OJK.

4.  Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan;

5.  Transaksi antara Perusahaan dengan Perusahaan Terkendali yang saham atau modalnya dimiliki paling kurang 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) atau antara sesama Perusahaan Terkendali yang saham atau modalnya dimiliki paling kurang 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) oleh Perusahaan dimaksud; dan/atau
Ilustrasi:

atau


6.  Transaksi antara Perusahaan dengan Perusahaan Terkendali yang saham atau modalnya tidak dimiliki seluruhnya dan tidak satu pun saham atau modal Perusahaan Terkendali dimiliki oleh anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, pemegang saham utama Perusahaan dimaksud, atau Pihak Terafiliasinya, dan laporan keuangan Perusahaan Terkendali tersebut dikonsolidasikan dengan Perusahaan.
Note:
-  Perusahaan Terkendali adalah suatu perusahaan yang dikendalikan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Perusahaan.
-  Tiga hal yang harus dipenuhi pada point ini, yaitu: (a) Transaksi terjadi antara Perusahaan dengan Perusahaan Terkendali; (b) Saham/modal Perusahaan Terkendali tidak dimiliki seluruhnya oleh Perusahaan; (c) Tidak satu pun Saham/modal Perusahaan Terkendali  dimiliki oleh anggota dewan komisaris, anggota direksi, pemegang saham utama Perusahaan, atau Pihak terafiliasi dari anggota dewan komisari, anggota direksi, pemegang saham utama Perusahaan; (d) Laporan Keuangan Perusahaan Terkendali telah dikonsolidasikan dengan Perusahaan.
-  “tidak dimiliki seluruhnya” berarti hanya dimiliki sebagian oleh Perusahaan. Sebagian dapat mengandung 2 (dua) pengertian: sebagian besar dan sebagian kecil. Contoh sebagian besar adalah 50,01% hingga 99,99 % sementara yang sisanya dimiliki pihak lain, apakah ini yang dimaksud oleh peraturan ini? Sedangkan sebagian kecil bisa berarti 0,1 % hingga 49,99 %.
-  “tidak satu pun saham/modal perusahaan terkendali dimiliki ...” berarti jika satu pun saham/modal perusahaan terkendali dimiliki maka terkena kewajiban untuk mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat dan menyampaikan bukti pengumuman dan dokumen pendukungnya kepada Bapepam dan LK.


Transaksi Afiliasi Yang Dikecualikan dari Kewajiban Mengumumkan dan Melaporkan

1) Imbalan, termasuk gaji, iuran dana pensiun, dan/atau manfaat khusus yang diberikan kepada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan pemegang saham utama dalam hal pemegang saham utama menjabat juga sebagai Karyawan, jika jumlah secara keseluruhan dari imbalan tersebut diungkapkan dalam laporan keuangan berkala;

2) Transaksi berkelanjutan yang telah dilakukan sebelum Perusahaan melaksanakan Penawaran Umum perdana atau sebelum disampaikannya pernyataan pendaftaran sebagai Perusahaan Publik, dengan persyaratan: a) Transaksi telah diungkapkan sepenuhnya dalam Prospektus Penawaran Umum perdana atau dalam keterbukaan informasi pernyataan pendaftaran Perusahaan Publik; dan b) syarat dan kondisi Transaksi tidak mengalami perubahan yang dapat merugikan Perusahaan;

3) Transaksi berkelanjutan yang dilakukan sesudah Perusahaan melakukan Penawaran Umum atau setelah pernyataan pendaftaran sebagai Perusahaan Publik menjadi efektif, dengan persyaratan: a) Transaksi awal yang mendasari Transaksi selanjutnya telah memenuhi peraturan ini; dan b) syarat dan kondisi Transaksi tidak mengalami perubahan yang dapat merugikan Perusahaan;

4) Transaksi yang merupakan kegiatan usaha utama Perusahaan atau Perusahaan Terkendali; dan

5) Transaksi yang merupakan penunjang kegiatan usaha Perusahaan atau Perusahaan Terkendali.

Senin, 20 Januari 2014

MENGENAL PASAR MODAL



Pasar dalam pengertian umum adalah tempat bertemu antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Pada sebuah pasar penjual adalah pihak yang memiliki barang yang dibutuhkan oleh pembeli sedangkan pembeli adalah pihak yang memiliki uang untuk ia tukar dengan barang yang ia inginkan/butuhkan.

Dalam pengertian yang sederhana Pasar Modal adalah juga tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Hanya saja di pasar modal (pada penawaran umum/pasar perdana) pihak penjual disebut Emiten dan pihak pembeli disebut Investor. Pada pasar modal penjual atau Emiten adalah pihak yang memiliki barang yang disebut efek sedangkan pembeli atau Investor adalah pihak yang memiliki uang (modal). Sedangkan pasar sebagai tempat dilakukannya transaksi sehari-hari antara penjual dan pembeli pada pasar modal disebut dengan bursa.

Barang yang diperjualbelikan di pasar modal disebut Efek. Efek dapat bersifat kepemilikan atau ekuitas (equity) yang biasa kita kenal dengan saham. Sedangkan efek yang bersifat utang (bond) biasa kita kenal dengan obligasi.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM) Pasal 1 angka 13 memberikan definisi "Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek."

Munir Fuady dalam "Pasar Modal Modern Tinjauan Hukum" berpendapat bahwa UUPM dalam memberi arti kepada pasar modal tidak memberi suatu definisi secara menyeluruh melainkan lebih menitikberatkan kepada kegiatan dan para pelaku dari pasar modal.

Terlepas dari pendapat terlalu terbatasnya definisi Pasar Modal yang diberikan oleh UUPM, menurut pandangan kami UUPM mendefinisikan Pasar Modal sebagai hal yang terkait dengan:

1. Kegiatan yang berlangsung di pasar modal, yaitu: penawaran umum, perdagangan efek, dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya; Yang dimaksud dengan "Penawaran Umum" adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan "perdagangan efek" adalah jual beli efek. "Perusahaan publik" adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, Vide Pasal 1 angka 22 UUPM. "Efek" adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek, vide Pasal 1 angka 5 UUPM.

2. Lembaga dan profesi yang berkaitan di pasar modal; Yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga yang terkait dengan aktivitas di Pasar Modal: Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, serta lembaga penunjang pasar modal, vide Pasal 43-54 UUPM (kustodian, biro administrasi efek, dan wali amanat). Sedangkan profesi yang berkaitan di pasar modal adalah: akuntan, konsultan hukum, penilai, notaris dan profesi lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Yang terakhir adalah pihak yang melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang pasar modal adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm

Minggu, 12 Januari 2014

JUMLAH ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS



UMUM: MINIMAL MEMILIKI 1 ORANG ANGGOTA DEWAN KOMISARIS

Dewan Komisaris adalah salah satu organ perseroan (vide pasal 1 angka 2 UUPT). Secara umum UUPT menentukan bahwa dalam sebuah perseroan minimal memiliki 1 orang anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditentukan Pasal 108 ayat 3:

"Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih".

Apakah boleh apabila lembaga Dewan Komisaris hanya terdiri dari 1 (satu) orang anggota disebut sebagai Komisaris bukan sebagai Dewan Komisaris? Menurut hemat kami apabila sekedar penyebutan hal itu diperbolehkan dan tidak ada larangan terlebih sanksi, namun dari segi legal formil tetap disebut sebagai Dewan Komisaris meskipun hanya terdiri dari 1 (satu) orang anggota.

Berdasarkan pasal tersebut pula dibolehkan bila perseroan memiliki lebih dari 1 (satu) orang anggota dan UUPT tidak menentukan batas maksimal dari jumlah anggota dari Dewan Komisaris. Dalam hal demikian (anggota Dewan Komisaris lebih dari 1 orang) UUPT menyebutnya sebagai majelis, Pasal 108 ayat 4: 

"Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris."

KHUSUS PERSEROAN TERTENTU: MINIMAL MEMILIKI 2 ORANG ANGGOTA DEWAN KOMISARIS

Secara lebih ketat UUPT mewajibkan perseroan memiliki minimal 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris bagi perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan: 
- Menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; 
- Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; atau
- Perseroan Terbuka.
(Vide Pasal 108 ayat 5 UUPT)

PERSEROAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH: MINIMAL MEMILIKI 1 ORANG ANGGOTA DEWAN KOMISARIS

Ketentuan Pasal 108 ayat 3 UUPT berlaku juga terhadap perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu memiliki minimal 1 (satu) anggota Dewan Komisaris. Hanya saja disamping ketentuan tersebut UUPT juga mewajibkan ketentuan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Pasal 109 ayat 1 UUPT:

"Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah".

Dengan demikian sebuah perseroan yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki minimal 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris dan minimal 1 (satu) orang anggota Dewan Pengawas Syariah.


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm