SELAMAT DATANG DI PERSONAL BLOG ASEVY SOBARI

PKPU dan Kepailitan, Korporasi, HAKI, Pertanahan, Persaingan Usaha, Ketenagakerjaan, Keuangan Islam

PARTNER PADA FIRMA HUKUM ISNP LAWFIRM

ISNP LAWFIRM. Office: Summarecon - Bekasi, Rukan Sinpansa Blok D.20, Marga Mulya - Bekasi Utara 17143, Tlp. 0812.9090.4694, WA. 0812.8309.0895

ANGGOTA PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI)

Diangkat dan disumpah berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

KONSULTASI HUKUM DENGAN PERJANJIAN: 0812-8309-0895 (WA)

Legal Consultation, Legal Opinion, Legal Drafting, Legal Assistant (Retainer), Litigation

KONSULTASI HUKUM DENGAN PERJANJIAN: 0812-8309-0895 (WA)

Legal Consultation, Legal Opinion, Legal Drafting, Legal Assistant (Retainer), Litigation

Laman

Sabtu, 28 Oktober 2023

WAJIBKAH MELAPORKAN PINJAMAN LUAR NEGERI



Apakah pinjaman yang diperoleh perusahaan Indonesia dari luar negeri harus dilaporkan?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar ("UU Lalu Lintas Devisa") Pasal 3 ayat 2 wajib melaporkan. Hanya saja UU Lalu Lintas Devisa menggunakan frasa "wajib memberikan keterangan dan data" bukan "wajib memberikan laporan", berikut isi pasal tersebut:

"Setiap Penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".

Sementara yang dimaksud dengan Penduduk adalah:

"Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurangkurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri." [vide pasal 1 angka 3]

Dengan demikian maka perusahaan Indonesia baik itu berbentuk badan hukum atau badan lainnya dimaksud sebagai penduduk dalam ketentuan pasal diatas.

Selanjutnya kemana keterangan dan data terkait pinjaman luar negeri yang diperoleh perusahaan Indonesia tersebut diatas diberikan? Diberikan kepada Bank Indonesia berdasarkan pasal 3 ayat 2 diatas yang selanjutnya ditegaskan dalam peraturan pelaksananya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/2/PBI/2019 Tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa ("PBI Pelaporan Lalu Lintas Devisa"), pasal 3 ayat 1:

"Pelapor wajib menyampaikan laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Bank Indonesia secara lengkap, benar, dan tepat waktu."


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

PERDAGANGAN KARBON



Tulisan ini akan mencoba menggambarkan apa yang dimaksud dengan perdagangan karbon berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Setidaknya pengertian perdagangan karbon terdapat pada peraturan perundang-undangan berikut ini:

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi Yang Ditetapkan Secara Nasional Dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional ("Perpres Penyelenggaraan Ekonomi Karbon"):

  • "Perdagangan Karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi Emisi GRK melalui kegiatan jual beli Unit Karbon." [vide pasal 1 angka 17]
  • "Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disingkat GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah." [vide pasal 1 angka 3]
  • "Emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu." [vide pasal 1 angka 4]
  • Perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme pelaksanaan penyelenggaraan NEKNilai Ekonomi Karbon yang selanjutnya disingkat NEK adalah nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi. [vide pasal 47 ayat 1]
  • "Perdagangan Karbon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf a dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri dan/atau perdagangan luar negeri."
  • "Perdagangan Karbon dalam negeri dan luar negeri dilakukan melalui mekanisme: a. Perdagangan Emisi; dan b. Offset Emisi GRK." [vide pasal 49 ayat 2]
  • "Perdagangan Karbon dalam negeri dan/atau luar negeri dilakukan dengan: a. mekanisme pasar karbon melalui Bursa Karbon;  dan/atau b. perdagangan langsung." [vide pasal 54 ayat 1]

Dari Perpres Penyelenggaraan Ekonomi Karbon diatas terkait perdagangan karbon dapat kita pahami:

  1. Bahwa perdagangan karbon bertujuan untuk mengurangi emisi GRK.
  2. Bahwa perdagangan karbon adalah salah satu mekanisme pelaksanaan penyelenggaraan NEK. Mekanisme pelaksanaan penyelenggaraan NEK lainnya selain daripada perdagangan karbon adalah: Pembayaran berbasis kinerja, Pungutan atas karbon, dan mekanisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan oleh menteri.
  3. Bahwa perdagangan karbon dapat dilakukan dalam dan luar negeri melalui perdagangan emisi dan offset emisi GRK.
  4. Bahwa perdagangan karbon dapat dilakukan melalui bursa karbon atau melalui perdagangan langsung.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ("UU Omnibus Sektor Keuangan"): 

  • "Perdagangan Karbon merupakan mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon." [vide pasal 23 ayat 1]
  • "Unit karbon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan efek berdasarkan Undang-Undang ini." [vide pasal 23 ayat 2]
  • "Perdagangan karbon dalam negeri dan/atau luar negeri dapat dilakukan dengan mekanisme bursa karbon". [vide pasal 24 ayat 1]
  • "Perdagangan karbon dapat dilakukan melalui bursa karbon atau perdagangan langsungDalam ketentuan ini mekanisme perdagangan karbon melalui bursa karbon termasuk dalam aktivitas transaksi di sektor keuangan, khususnya di Pasar Modal." [vide penjelasan pasal 24 ayat 1]
  • "Perdagangan karbon melalui bursa karbon wajib memenuhi persyaratan dan telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan." [vide pasal 25]
Dari UU Omnibus Sektor Keuangan yang disahkan dan diundangkan pada 12 Januari 2023 diatas terkait perdagangan karbon dapat kita pahami:
  1. Bahwa perdagangan karbon bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
  2. Bahwa perdagangan karbon dilakukan melalui kegiatan jual-beli unit karbon.
  3. Bahwa perdagangan karbon dapat melalui bursa karbon atau melalui perdagangan karbon langsung, dimaksud diluar bursa karbon.
  4. Bahwa perdagangan karbon yang dilakukan melalui bursa karbon wajib memenuhi persyaratan yang ditentukan dan memperoleh izin oleh OJK.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 Tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon ("POJK Perdagangan Karbon"):

  • "Perdagangan Karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi GRK melalui kegiatan jual beli Unit Karbon." [vide pasal 1 angka 8]
  • "Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disingkat GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah." [vide pasal 1 angka 1]
  • "Unit Karbon adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang dinyatakan dalam 1 (satu) ton karbon dioksida yang tercatat dalam SRN PPI." [vide pasal 1 angka 3]
  • "Unit karbon merupakan efek". [vide pasal 3]
  • "Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengaturan, perizinan, pengawasan, dan pengembangan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon." [vide pasal 2]
Dari POJK Perdagangan Karbon diatas terkait perdagangan karbon dapat kita pahami:
  1. Bahwa unit karbon adalah bukti kepemilikan karbon.
  2. Bahwa bukti kepemilikan karbon dapat berupa sertifikat atau persetujuan teknis.
  3. Tidak ditentukan pengaturan, perizinan, pengawasan dan pengembangan perdagangan karbon yang dilakukan melalui mekanisme diluar bursa karbon. 

--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

Sabtu, 21 Oktober 2023

PENAWARAN YANG BUKAN PENAWARAN UMUM


Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang mengenai pasar modal dan peraturan pelaksanaannya. 

Penawaran Efek yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada warga negara Indonesia dengan menggunakan media massa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak atau telah dijual kepada lebih dari 50 (lima puluh) Pihak merupakan Penawaran Umum.

Dari pengertian diatas maka disebut penawaran umum bila:

  1. Penawaran efek dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada warga negara Indonesia. Dalam hal dalam "wilayah Republik Indonesia" artinya dapat ditawarkan kepada warga negara Indonesia yang berada di wilayah Republik Indonesia dan warga negara asing yang ada di wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya "kepada warga negara Indonesia" artinya bisa ditawarkan kepada warga negara Indonesia yang berada di Indonesia atau ditawarkan kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negara Indonesia;
  2. Penawaran efek menggunakan media massa;
  3. Penawaran efek kepada lebih dari 100 Pihak;
  4. Penawaran efek telah dijual kepada lebih dari 50 Pihak;

Bukan penawaran umum apabila:

  1. nilai Penawaran secara keseluruhan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
  2. dilakukan dalam 1 (satu) kali atau beberapa kali Penawaran dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
Dalam hal dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan maka disebut sebagai penawaran umum meskipun nilai penawaran tidak lebih dari 5 miliar rupiah.

Juga tidak disebut sebagai penawaran umum:
  1. Penawaran Efek yang dilakukan oleh lembaga supranasional, contoh: World Bank, International Monetary Fund, Asian Development Bank, dan Islamic Development Bank.;
  2. Penawaran Efek bersifat ekuitas oleh perusahaan asing yang telah tercatat di bursa efek; atau Perusahaan Terbuka yang ditujukan kepada karyawan, anggota direksi, dan/atau anggota dewan komisaris perusahaan dan/atau perusahaan terkendali;
  3. Penawaran Efek untuk pendalaman pasar; dan/atau
  4. Penawaran Efek yang mendukung kebijakan Pemerintah.
Dengan ketentuan batas nilai dapat ditentukan OJK selain dari nilai 5 miliar rupiah diatas, diatas atau dibawah nilai tersebut.

--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

Jumat, 20 Oktober 2023

PEMECAHAN SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA



Pemecahan saham oleh perusahaan terbuka mendapat pengaturannya melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15 Tahun 2022 Tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham Oleh Perusahaan Terbuka ("POJK Pemecahan Penggabungan Saham").

Pemecahan saham oleh perusahaan terbuka adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Terbuka untuk memecah sahamnya dari 1 (satu) saham menjadi 2 (dua) saham atau lebih atau memecah sahamnya dengan rasio tertentu yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham Perusahaan Terbuka [vide Pasal 1 angka 3]. Dari definisi tersebut maka jumlah lembar saham yang dimiliki menjadi lebih banyak dibandingkan jumlah lembar saham sebelum dilakukan pemecahan. Perbandingan saham yang akan dipecah tergantung dari keputusan atau kebijakan perusahaan terbuka yang bersangkutan.

Obyek saham yang dapat dipecah adalah keseluruhan saham dengan klasifikasi yang sama yang dimiliki oleh perusahaan terbuka. Tidak diperkenankan pemecahan saham terhadap sebagian saham dari klasifikasi yang sama yang dimiliki oleh perusahaan terbuka [vide Pasal 2].

Persyaratan Pemecahan Saham

Hal yang harus dilakukan oleh perusahaan terbuka sebelum melakukan pemecahan saham adalah sebagai berikut:

  1. Memperoleh persetujuan prinsip dari bursa efek tempat perusahaan terbuka tercatat sebelum pengumuman RUPS dalam rangka persetujuan pemecahan saham [vide Pasal 5 ayat 1].
  2. Mengumumkan: keterbukaan informasi tentang rencana pemecahan saham & pengumuman RUPS dalam rangka persetujuan pemecahan saham, pada hari yang sama [vide Pasal 19 ayat 1].
  3. Menyampaikan keterbukaan informasi dan dokumen pendukung kepada OJK di hari yang sama dimaksud pada angka 2 [vide Pasal 19 ayat 2].
  4. Memperoleh persetujuan RUPS [vide Pasal 3].

Dalam hal perusahaan terbuka yang akan melakukan pemecahan saham tidak tercatat di bursa efek maka harus memperoleh laporan penilaian saham [vide Pasal 9 ayat 1] yang disusun oleh Penilai.
Perusahaan terbuka yang tercatat di bursa efek juga diwajibkan memperoleh laporan penilaian saham [vide Pasal 10 ayat 1] yang disusun oleh Penilai jika:
  1. Saat pengajuan persetujuan prinsip kepada Bursa Efek, perdagangan saham Perusahaan Terbuka di Bursa Efek telah mengalami penghentian sementara dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) bulan; dan/atau
  2. Harga saham Perusahaan Terbuka di Bursa Efek berada pada batas terendah harga saham yang ditetapkan oleh Bursa Efek paling sedikit 30 (tiga puluh) hari bursa dalam periode 3 (tiga) bulan sebelum pengajuan persetujuan prinsip. 
Laporan penilaian saham yang dimiliki oleh perusahaan terbuka sebagaimana dimaksud diatas dilaporkan kepada bursa efek sebagai pertimbangan dalam penerbitan persetujuan prinsip atas rencana pemecahan saham.

Pelaksanaan Pemecahan Saham
  1. Perusahaan terbuka wajib mengumumkan keterbukaan informasi sebelum melaksanakan Pemecahan Saham dan menyampaikan keterbukaan informasi tersebut kepada OJK, dilakukan paling lama 4 hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan Pemecahan Saham .
  2. Pemecahan saham oleh perusahaan terbuka wajib dilakukan paling lambat 30 hari setelah pelaksanaan RUPS yang menyetujui rencana Pemecahan Saham. [vide Pasal 24]

--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

Kamis, 19 Oktober 2023

PERMOHONAN KEPAILITAN DAN PKPU TERHADAP PERUSAHAAN EFEK



Pada Pasal 2 ayat 4 jo. 223 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("UU Kepailitan dan PKPU") ditentukan bahwa:

"Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal".

"Dalam hal Debitor adalah Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)." 

Berdasarkan pasal tersebut maka permohonan pernyataan pailit ("Permohonan Pailit") dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang ("Permohonan PKPU") terhadap perusahaan efek hanya dapat diajukan kepada pengadilan niaga oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang saat ini tugas dan fungsinya secara resmi beralih ke Otoritas Jasa Keuangan ("OJK") berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan ("UU OJK").

Pada 31 Oktober 2022 OJK menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pernyataan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Perusahaan Efek ("POJK Permohonan Pailit & PKPU Perusahaan Efek") sebagai pedoman bagi Otoritas Jasa Keuangan serta pihak yang bermaksud meminta Otoritas Jasa Keuangan mengajukan permohonan pernyataan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang perusahaan efek kepada pengadilan niaga [vide pertimbangan huruf b].

Dalam POJK Permohonan Pailit & PKPU [vide Pasal 3 ayat 1] tersebut ditentukan bahwa dasar permohonan pengajuan pailit dan pkpu perusahaan efek oleh OJK kepada pengadilan niaga dengan dasar adanya:

  1. Permohonan Kreditor, paling sedikit 2 kreditor dengan 1 utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
  2. Permohonan Perusahaan Efek, dengan alasan sedang mengalami ketidakmampuan keuangan untuk membayar utang.
  3. Bentuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangan OJK.

Jika menurut pasal diatas OJK dapat mengajukan permohonan pailit dan pkpu terhadap perusahaan efek dengan dasar adanya permohonan Kreditor atau Perusahaan Efek maka dalam hal untuk kepentingan umum maka OJK dapat mengajukan permohonan pailit dan pkpu terhadap perusahaan efek berdasarkan permintaan dari kejaksaan [vide Pasal 3 ayat 5]. Meskipun POJK Permohonan Pailit & PKPU tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut alasan untuk membedakan permohonan dengan permintaan.


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM KARENA KEWARISAN



Kewarisan merupakan salah satu sebab terjadinya pemindahan hak atas saham perseroan terbatas. Pemindahan hak atas saham yang sebelumnya dimiliki oleh Pewaris menjadi kemudian beralih kepada ahli waris. 

UU Perseroan Terbatas menyebutkan pemindahan hak atas saham perseroan terbatas karena kewarisan sebagai salah satu jenis peralihan hak atas hukum [vide penjelasan Pasal 57 ayat 2 UU Perseroan Terbatas].

UU Perseroan Terbatas mengatur bahwa pemindahan hak atas saham karena kewarisan tidak diharuskan untuk:

  1. Menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; 
  2. Mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan. 

Namun pemindahan hak karena kewarisan tetap diharuskan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan [vide Pasal 57 ayat 2 UU Perseroan Terbatas].

Pemindahan hak atas saham karena kewarisan dari yang sebelumnya atas nama Pewaris menjadi atas nama ahli waris dilakukan dengan akta pemindahan hak. Adapun akta pemindahan hak atas saham dapat dinyatakan oleh ahli waris dalam bentuk akta notaris atau pun akta dibawah tangan. Kedua bentuk akta pemindahan hak atas saham tersebut diperkenankan menurut ketentuan Pasal 56 ayat 1 UU Perseroan Terbatas.

"Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak"

Berbekal akta pemindahan hak atas saham tersebut kemudian ahli waris memberikan salinan akta tersebut kepada perseroan terbatas dimana saham milik pewaris tersebut tercatat. Berdasarkan salinan yang diterima perseroan terbatas mencatat pemindahan hak atas saham dalam daftar pemegang saham yang dibuat oleh perseroan terbatas.

Dalam waktu paling lambat 30 hari sejak perseroan mencatat pemindahan hak atas saham tersebut perseroan melalui Direksi memberitahukan perubahan susunan pemegang saham perseroan terbatas kepada Menteri in casu Menteri Hukum dan HAM. 


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

Selasa, 19 September 2023

SOMASI: JANGKA WAKTU



KUH Perdata Pasal 1238 mengatur bahwa: "Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan."

Lewatnya waktu yang ditentukan adalah batas waktu yang ditentukan oleh Kreditur agar Debitur melaksanakan apa yang diinginkan kreditur sebagaimana dimaksud dalam somasi.

Berapa lama batas waktu yang ditentukan oleh Kreditur? Tidak ada ketentuan yang baku. Namun setidaknya menurut kami dapat dipertimbangkan hal sebagai berikut:
  1. Itikad debitur dalam memenuhi perikatannya selama ini, apakah baik atau buruk.
  2. Kondisi usaha, baik itu kondisi usaha debitur secara khusus ataupun kondisi bidang usaha debitur secara umum.
  3. Kesiapan kreditur untuk melanjutkan somasi yang akan dijalankan dengan gugatan melalui pengadilan. 
Dalam praktik tentu akan kita temui jangka waktu yang ditentukan sangat beragam. Mulai dari 3 (tiga) hari hingga 30 (tiga puluh) hari, secara umum. Namun tidak menutup kemungkinan kurang atau lebih dari itu.

Terakhir yang perlu mendapat perhatian adalah mulai kapan jangka waktu tersebut akan mulai dihitung. Apakah berdasarkan tanggal surat ditandatangani ataukah berdasarkan tanggal surat diterima oleh Debitur. Jangan sampai terjadi saat surat ditandatangani kreditur dijadikan patokan oleh kreditur untuk mulai dihitungnya jangka waktu yang ditentukan namun ternyata surat baru diterima oleh debitur sehari atau beberapa hari setelah jangka waktu yang ditentukan telah lewat. Hal ini tentu akan menjadikan surat somasi yang dibuat menjadi cacat atau setidaknya tidak jelas untuk dapat dijadikan sebagai dokumen pembuktian.


--- Disusun oleh Asevy Sobari, Partner ISNP Law Firm.

Minggu, 17 September 2023

SOMASI: SURAT PERINGATAN, SURAT PERINTAH

Somasi secara sederhana dapat disebut sebagai surat peringatan dari satu pihak kepada pihak lainnya agar pihak yang dituju melaksanakan atau memenuhi apa yang dimaksud atau diinginkan oleh pihak yang mengirim surat somasi.  

Secara hukum somasi diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata, "Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan."

Jika dilihat dari pengaturan yang diberikan oleh KUH Perdata diatas maka:

  1. Somasi terkait dengan adanya hubungan Debitur dan Kreditur diantara para pihak.
  2. Somasi dibuat dan dikirimkan kepada Kreditur sebagai salah satu dasar untuk dapat menyatakan Debitur telah lalai.
  3. Somasi hanyalah salah satu cara atau dasar untuk dapat menyatakan debitur lalai, selain melalui "akta sejenis itu" dan "berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri".
  4. Somasi harus jelas menentukan limit waktu yang diinginkan oleh Kreditur agar Debitur melaksanakan apa yang diharapkan/diinginkan Kreditur. 
Dari pengaturan diatas dapat ditafsirkan bahwa somasi dapat dilakukan oleh Kreditur sendiri ataupun dilakukan melalui kuasa hukum kreditur. 

Dalam hal Anda selaku Kreditur melakukan sendiri somasi kepada debitur maka yang patut menjadi perhatian adalah standard somasi tersebut telah terpenuhi, seperti: kejelasan objek somasi, subjek somasi yang dituju, serta penentuan limit waktu pelaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan bisnis Anda. 

Minggu, 06 November 2022

ALASAN PENGUSAHA MELIKUIDASI PERUSAHAAN

1. Meningkatkan Efisiensi

Menjadi hal yang lumrah pengusaha memiliki beberapa bidang/core usaha yang untuk menjalankan bidang/core usaha tersebut pengusaha yang bersangkutan mendirikan beberapa perusahaan, mulai dari sebatas hitungan jari hingga mungkin puluhan perusahaan.

Dalam perjalanan perusahaan-perusahaan tersebut terdapat kemungkinan kondisi tertentu yang mengakibatkan kondisi umum dari kinerja perusahaan yang dimiliki mengalami inefisiensi pada salah satu atau beberapa perusahaan yang sampai pada kesimpulan bahwa keputusan terbaik adalah melikuidasi salah satu atau beberapa perusahaan yang ada.


2. Tidak Beroperasi Dalam Jangka Waktu Tertentu

Terdapat kemungkinan sebuah perusahaan didirikan tidak dengan pertimbangan yang matang dari segi bisnis. Semisal, didirikan hanya untuk memenuhi kepentingan project tertentu yang ternyata dikemudian hari tidak lagi memperoleh project yang sesuai dengan bidang usahanya.


3. Tidak Memberikan Keuntungan

Jika dalam inefisiensi masih terdapat kemungkinan perusahaan masih mendapatkan project bisnis sehingga masih terus mampu melakukan operasional namun cost yang harus dikeluarkan tidak sepadan dengan keuntungan yang diperoleh, maka pada point ini perusahaan berdasarkan hitung-hitungan bisnis sudah tidak lagi memberikan keuntungan bagi pemilik/pengusaha.

Sabtu, 11 September 2021

VAKSINASI HARUS DENGAN PERSETUJUAN?

Pada prinsipnya praktik kedokteran dilakukan berdasarkan kesepakatan/persetujuan antara dokter dengan pasien.  Kesepakatan artinya disetujui oleh kedua belah pihak, baik dokter ataupun pasien, tanpa keraguan dan tanpa paksaan dari salah satu pihak.

Tanpa kesepakatan/persetujuan maka praktik kedokteran tidak dapat/tidak boleh dilaksanakan. UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 39 menentukan bahwa: "Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗽𝗮𝗸𝗮𝘁𝗮𝗻 antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan." Selanjutnya pada Pasal 45 ayat 1 ditegaskan bahwa "Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat 𝗽𝗲𝗿𝘀𝗲𝘁𝘂𝗷𝘂𝗮𝗻." dan ayat 2 "Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap."

Frasa "harus mendapat persetujuan" pada 45 ayat 1 bisa ditafsirkan wajib disetujui terlebih dahulu oleh pasien sebelum dilakukan tindakan kedokteran artinya dilarang dilakukan jika tidak disetujui oleh pasien. 

Adanya persetujuan atau tidak adanya persetujuan yang diberikan oleh pasien harus didahului dengan penjelasan yang lengkap oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis. Apabila pasien memberikan persetujuan karena penjelasan yang tidak lengkap maka setidaknya terdapat unsur kesalahan pada tindakan medis tersebut yang dapat dipermasalahkan secara hukum jika setelah dilakukan tindakan medis hal tersebut merugikan pasien.

Bahkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran ditegaskan bahwa persetujuan yang diberikan pasien 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗱𝗶𝗯𝗮𝘁𝗮𝗹𝗸𝗮𝗻 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗱𝗶𝘁𝗮𝗿𝗶𝗸 𝗸𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗽𝗮𝘀𝗶𝗲𝗻 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝘁𝗶𝗻𝗱𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗶𝗺𝘂𝗹𝗮𝗶. Permenkes ini menegaskan betapa pentingnya persetujuan dalam setiap tindakan kedokteran. Artinya regulator dalam hal ini kementerian kesehatan menghindari adanya keraguan dalam setiap persetujuan yang diberikan oleh pasien.

Dari paparan ini terlihat pentingnya fungsi edukasi yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan  program vaksinasi. Edukasi dalam artian bukan hanya terkait pentingnya vaksinasi dan risiko vaksinasi tetapi juga edukasi terkait hak dan kewajiban pasien/masyarakat dan dokter pada program vaksinasi untuk memastikan program vaksinasi dijalankan dengan prinsip perlindungan kepada masyarakat dan kehati-hatian (prudent) dalam prosesnya.