SELAMAT DATANG DI PERSONAL BLOG ASEVY SOBARI

PKPU dan Kepailitan, Korporasi, HAKI, Pertanahan, Persaingan Usaha, Ketenagakerjaan, Keuangan Islam

PARTNER PADA FIRMA HUKUM ISNP LAWFIRM

ISNP LAWFIRM. Office: Summarecon - Bekasi, Rukan Sinpansa Blok D.20, Marga Mulya - Bekasi Utara 17143, Tlp. 0812.9090.4694, WA. 0812.8309.0895

ANGGOTA PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI)

Diangkat dan disumpah berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

KONSULTASI HUKUM DENGAN PERJANJIAN: 0812-8309-0895 (WA)

Legal Consultation, Legal Opinion, Legal Drafting, Legal Assistant (Retainer), Litigation

KONSULTASI HUKUM DENGAN PERJANJIAN: 0812-8309-0895 (WA)

Legal Consultation, Legal Opinion, Legal Drafting, Legal Assistant (Retainer), Litigation

Laman

Selasa, 29 November 2016

PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MK 69/PUU-XIII/2015



Perjanjian perkawinan diatur dalam UU Perkawinan Pasal 29 ayat (1) "Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut." 

Bahwa berdasarkan pasal 29 ayat 1 maka perjanjian perkawinan hanya dapat diajukan atau dibuat untuk kemudian disahkan pegawai pencatat perkawinan:

1. Pada waktu perkawinan dilangsungkan; atau
2. Sebelum perkawinan dilangsungkan.

Bahwa perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan tidak diakomodir oleh pasal 29 ayat 1 diatas.

Terkait Pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, 27 Oktober 2016 memutuskan:

1.1. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”;

1.2. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”;

Adapun maksud dari amar putusan diatas singkatnya adalah:

1. Pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

2. "sepanjang tidak dimaknai" artinya Pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan tidak bertentangan dan tetap mengikat jika dimaknai "Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.

3.Artinya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi ini perjanjian perkawinan juga dapat dibuat "selama dalam ikatan perkawinan" yang dalam bahasa awam perjanjian perkawinan setelah putusan Mahkamah Konstitusi ini dapat diajukan atau dibuat untuk kemudian disahkan pegawai pencatat perkawinan:
3.1. Pada waktu perkawinan.
3.2. Sebelum dilangsungkan perkawinan.
3.3. Setelah dilangsungkan perkawinan.


Minggu, 27 November 2016

MENGENAL PENJAMIN EMISI EFEK DALAM UU PASAR MODAL

Apa Yang Dimaksud Penjamin Emisi Efek

Pasal 1 angka 17 "Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual."

Uraian singkat:
  1. "Pihak" dimaksud adalah perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek sebagaimana disebut pada pasal 1 angka 21. Jadi penjamin emisi efek yang lumrah disebut dalam praktik pasar modal sebagai underwriter adalah perusahaan efek.
  2. Dari pengertian yg diberikan pasal 1 angka 17 diatas terlihat adanya hubungan hukum antara penjamin emisi efek dengan emiten terkait penawaran umum. Hubungan tersebut terlihat jelas dari kata "kontrak".
  3. Kata "kontrak" mengisyaratkan hubungan hukum yang didasarkan pada sebuah perjanjian tertulis antara penjamin emisi efek dengan emiten. Berbeda jika kata yang digunakan adalah "perjanjian" yang agak lebih luas tafsirannya: termasuk perjanjian tidak tertulis.
  4. "dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual" merupakan opsi klausul yang mungkin terdapat dalam kontrak antara penjamin emisi efek dengan emiten. Opsi pertama: dengan kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Artinya apabila pada masa atau hari akhir penawaran umum perdana saham/efek yang diterbitkan oleh emiten belum seluruhnya terserap oleh publik maka menjadi kewajiban penjamin emisi efek untuk membeli sisa saham/efek yang belum terjual tersebut, berapapun besarnya sisa saham/efek yang belum terjual. Dalam dunia pasar modal opsi pertama ini dikenal dengan klausul full commitment. Opsi kedua: tanpa kewajiban bagi penjamin emisi efek untuk membeli sisa saham/efek yang belum terjual hingga masa penawaran umum berakhir. Opsi kedua ini dalam praktik pasar modal dikenal dengan klausul best effort.


Siapa Yang Dimaksud Penjamin Emisi Efek

Pasal 30
(1) Yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.
(2) Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi serta kegiatan lain sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.

Uraian singkat:

1. Berdasarkan Pasal 1 angka 17 jo Pasal 1 angka 21 jo Pasal 30 ayat 1 maka Penjamin emisi efek adalah perusahaan efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam yang saat ini kewenangannya dipegang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

2. Penjelasan Pasal 30 ayat 2 menyatakan bahwa izin usaha sebagai Penjamin Emisi Efek berlaku juga sebagai izin usaha Perantara Pedagang Efek. Dengan demikian, Perusahaan Efek yang telah memiliki izin sebagai penjamin emisi efek juga dapat bertindak sebagai Perantara Pedagang Efek. Sedangkan Perusahaan Efek yang hanya memiliki izin usaha sebagai Perantara Pedagang Efek tidak dapat melakukan kegiatan/tidak otomatis sebagai Penjamin Emisi Efek.


Haruskah Penjamin Emisi Efek Ada Dalam Penawaran Umum?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita temukan jawabannya pada Penjelasan Pasal 40 "Pada dasarnya Emiten dapat menerbitkan Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin Emisi Efek. Dalam hal ini, penetapan harga dilaksanakan oleh Emiten yang bersangkutan. Penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek dimaksudkan untuk membantu Emiten memasarkan dan atau menjual Efek yang ditawarkan sehingga ada kepastian perolehan dana hasil penjualan Efek dimaksud. Sedangkan keputusan untuk melakukan investasi terhadap Efek yang ditawarkan sepenuhnya berada di tangan pemodal."

Uraian singkat:

1. Dengan demikian maka keberadaan penjamin emisi efek bersifat opsional/tidak wajib ada dalam sebuah penawaran umum yang dilakukan emiten. Maka penawaran umum dapat berjalan tanpa adanya penjamin emisi efek.

2. Adanya penjamin emisi efek adalah untuk membantu emiten memasarkan dan atau menjual efek yang ditawarkan sehingga ada kepastian perolehan dana. Adapun jika emiten memiliki kemampuan untuk memasarkan dan atau menjual efek sehingga yakin akan kepastian perolehan dana maka keberadaan penjamin emisi efek menjadi tidak diperlukan.